Insaflah wahai Insan!

Monday, August 18, 2008

Mengumpat Yang Dibolehkan Dalam Islam.

Assalaaualaikum w.b.t.. berikut ini adalah petikan dari kitab Riyadhus Sholihin karangan Imam Nawawi yang menjadi panduan kepada semua umat islam berkenaan dengan mengumpat yang dibenarkan dalam Islam. Sila baca dengan teliti dan fahami baik2. Jazaakumullahu khoirol jazaa’

Ketahuilah bahwasanya mengumpat itu dibolehkan kerana adanya tujuan yang dianggap benar menurut pandangan syara’ Agama Islam, yang tidak akan mungkin dapat sampai kepada tujuan tadi, melainkan dengan cara mengumpat itu. Dalam hal ini adalah enam macam sebab-sebabnya:

Pertama: Dalam mengajukan pengaduan penganiayaan, maka bolehlah seseorang yang merasa dirinya dianiaya apabila mengajukan pengaduan penganiayaan itu kepada sultan, hakim ataupun lain-lainnya dari golongan orang yang mempunyai jabatan atau kekuasaan untuk menolong orang yang dianiaya itu dari orang yang menganiayanya. Orang yang dianiaya tadi bolehlah mengucapkan: “Si Fulan itu menganiaya saya dengan cara demikian.”

Kedua: Dalam meminta pertolongan untuk menghilangkan sesuatu kemungkaran dan mengembalikan orang yang melakukan kemaksiatan kepada jalan yang benar. Orang itu bolehlah mengucapkan kepada orang yang ia harapkan dapat menggunakan kekuasaannya untuk menghilangkan kemungkaran tadi: “Si Fulan itu mengerjakan demikian, maka itu cegahlah ia dari perbuatannya itu,” atau Iain-Iain sebagainya. Maksudnya iaiah untuk dapat sampai guna kelenyapannya kemungkaran tadi. Jadi apabila tidak mempunyai maksud sedemikian, maka pengumpatan itu adalah haram hukumnya.

Ketiga: Dalam meminta fatwa - yakni penerangan keagamaan. Orang yang hendak meminta fatwa itu bolehlah mengucapkan kepada orang yang dapat memberi fatwa yakni mufti: “Saya dianiaya oleh ayahku atau saudaraku atau suamiku atau si Fulan dengan perbuatan demikian, apakah ia berhak berbuat sedemikian itu padaku? Dan bagaimana jalan untuk menyelamatkan diri dari penganiayaannya itu? Bagaimana untuk memperolehi hak ku itu serta bagaimanakah caranya menolak kezalimannya itu?” dan sebagainya.

Pengumpatan semacam ini adalah boleh kerana adanya keperluan. Tetapi yang lebih berhati-hati dan pula lebih utama ialah apabila ia mengucapkan: “Bagaimanakah pendapat anda mengenai seseorang atau manusia atau suami yang berkeadaan sedemikian ini?” Dengan begitu, maka tujuan meminta fatwanya dapat dihasilkan tanpa menentukan atau menyebutkan nama seseorang. Sekalipun demikian, menentukan yakni menyebutkan nama seseorang itu dalam hal ini adalah boleh atau jaiz, sebagaimana yang akan Kami cantumkan dalam Hadisnya Hindun - lihat Hadis no. 1532. Insya Allah Ta’ala.

Keempat: Dalam hal menakut-nakuti kaum Muslimin dari sesuatu keburukan serta menasihati mereka - jangan terjerumus dalam kesesatan kerananya. Yang sedemikian dapat diambil dari beberapa sudut, di antaranya ialah memburukkan kepada para perawi Hadis yang memang buruk ataupun para saksi - dalam sesuatu perkara. Hal ini boleh dilakukan dengan berdasarkan ijma’nya seluruh kaum Muslimin, tetapi bahkan wajib kerana adanya kepentingan. Di antaranya lagi ialah di waktu bermusyawarat untuk mengambil seseorang sebagai menantu, atau hendak berserikat dagang dengannya, atau akan menitipkan sesuatu padanya ataupun hendak bermuamalat dalam perdagangan dan Iain-Iain sebagainya, ataupun hendak mengambil seseorang sebagai tetangga. Orang yang dimintai musyawarahnya itu wajib tidak menyembunyikan hal keadaan orang yang ditanyakan oleh orang yang meminta pertimbangan tadi, tetapi bolehlah ia menyebutkan beberapa cela yang benar-benar ada dalam dirinya orang yang ditanyakan itu dengan tujuan dan niat menasihati. Di antaranya lagi ialah apabila seseorang melihat seorang ahli agama-pandai dalam selok-belok keagamaan -yang mondar-mandir ke tempat orang yang ahli kebid’ahan atau orang fasik yang mengambil ilmu pengetahuan dari orang ahli agama tadi dan dikhuatirkan kalau-kalau orang ahli agama itu terkena bencana dengan pergaulannya bersama kedua macam orang tersebut di atas. Maka orang yang melihatnya itu bolehlah menasihatinya - yakni orang ahli agama itu - tentang hal-ihwal dari orang yang dihubungi itu, dengan syarat benar-benar berniat untuk menasihati.

Persoalan di atas itu seringkali disalah-gunakan dan orang yang berbicara tersebut - yakni orang yang rupanya hendak menasihati -hanyalah kerana didorong oleh kedengkian. Memang syaitan pandai benar mencampur-baurkan pada orang itu akan sesuatu perkara. la menampakkan pada orang tersebut, seolah-olah apa yang dilakukan itu adalah merupakan nasihat-tetapi sebenarnya adalah karena lain tujuan, misalnya kedengkian, iri hati dan sebagainya. Oleh sebab itu hendaklah seseorang itu pandai-pandai meletakkan sesuatu dalam persoalan ini.

Di antaranya lagi misalnya ada seseorang yang sedang mempunyai sesuatu jabatan yang tidak menetapi ketentuan-ketentuan

1528. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya ada sesorang lelaki meminta izin kepada Nabi s.a.w untuk menemuinya, lalu beliau s.a.w bersabda untuk menemuinya, lalu beliau s.a.w bersabda – kepada sahabat-sahabat:”Izinkanlah ia, ia adalah seburuk-buruknya orang dari seluruh keluarganya.” (Muttafaq ‘alaih)

Imam bukhari mengambil keterangan dari Hadis ini akan bolehnya mengumapat pada orang-orang yang suka membuat kerusakan serta ahli bimbang – tidak berpenderian tetap.

1529. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: “ Saya tidak menyakinkan kepada si fulan dan si fulan itu bahwa keduanya itu mengetahui sesuatu perihal agama kita”

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, ia berkata:

“Allaits bin Sa’ad, salah seorang yang meriwayatkan hadis ini berkata:”Kedua orang lelaki ini termasuk golongan kaum munafik.

1530. Dari Fathimah binti Qais radhiallahu ‘anha, katanya: “Saya mendatangi Nabi s.a.w. lalu saya berkata: “Sesungguhnya Abuljahm dan Mu’awiyah itu sama-sama melamar diriku.” Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: “Adapun Mu’awiyah itu adalah seorang fakir yang tiada berharta, sedangkan Abuljahm adalah seorang yang tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya.” (Muttafaq ‘alaih)

Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan:

“Adapun Abuljahm, maka ia adalah seorang yang gemar memukul wanita.” Ini adalah sebagai tafsiran dari riwayat yang menyebutkan bahwa ia tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya. Ada pula yang mengartikan lain ialah bahwa “tidak sempat meletakkan tongkat dari bahunya” itu artinya banyak sekali bepergiannya.

1531. Dari Zaid bin Arqam r.a., katanya: “Kita keluar bersama Rasulullah s.a.w. dalam suatu perjalanan yang menyebabkan orang-orang banyak memperoleh kesukaran, lalu Abdullah bin Ubay berkata: “Janganlah engkau semua memberikan apa-apa kepada orang yang ada di dekat Rasulullah, sehingga mereka pergi - yakni berpisah dari sisi beliau s.a.w. itu.” Selanjutnya ia berkata lagi: “Niscayalah kalau kita sudah kembali ke Madinah, sesungguhnya orang yang berkuasa akan mengusir orang yang rendah.”

Saya lalu mendatangi Rasulullah s.a.w. dan memberitahukan hal ucapannya Abdullah bin Ubay di atas. Beliau s.a.w. menyuruh Abdullah bin Ubay datang padanya, tetapi ia bersungguh-sungguh dalam sumpahnya bahwa ia tidak melakukan itu -yakni tidak berkata sebagaimana di atas. Para sahabat lalu berkata: “Zaid berdusta kepada Rasulullah s.a.w.” Dalam jiwaku terasa amat berat sekali karena ucapan mereka itu, sehingga Allah Ta’ala menurunkan ayat, untuk membenarkan apa yang saya katakan tadi, yaitu - yang artinya: “Jikalau orang-orang munafik itu datang padamu.” (al-Munafiqun: 1)

Nabi s.a.w. lalu memanggil mereka untuk dimintakan pengam-punan - yakni supaya orang-orang yang mengatakan bahwa Zaid berdusta itu dimohonkan pengampunan kepada Allah oleh beliau s.a.w., tetapi orang-orang itu memalingkan kepalanya - yakni enggan untuk dimintakan pengampunan.” (Muttafaq ‘alaih)

1532. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Hindun yaitu isterinya Abu Sufyan berkata kepada Nabi s.a.w.: “Sesungguhnya Abu Sufyan itu seorang lelaki yang kikir, ia tidak memberikan nafkah yang dapat mencukupi kebutuhanku serta untuk keperluan anakku, melainkan dengan cara saya mengambil sesuatu daripadanya, sedang ia tidak mengetahuinya. “Beliau s.a.w. lalu bersabda:” Ambil sajalah yang sekiranya dapat mencukupi kebutuhanmu dan untuk kepentingan anakmu dengan baik-baik - yakni jangan berlebih-lebihan.” (Muttafaq ‘alaih)

——-

* Diharap kita semua dapat membezakan mana mengumpat yang boleh dan mana yang tidak boleh kerana yang penting niat dan cara kita mesti kena pada syarah oleh Imam Nawawi itu. Hanya orang yang busuk hati yang suka mengumpat mengikut sesedap rasa tanpa batasan. Tetapi bukan semua pembukaan hal kebenaran dan agar menjadi pengajaran itu mengumpat yang buruk, wallahu a’lam …….

Monday, August 11, 2008

Hadis Palsu Rejab, Sya'ban.

Petikan artikel dari "http://drmaza.com/home/?p=363"

Agama wajib dipelihara ketulenannya supaya tidak berlaku campur aduk antara rekaan manusia dan perintah Allah dan Rasul-Nya. Jika agama boleh direka cipta, maka wahyu sudah tentu tidak diperlukan, juga Rasul tidak perlu diutuskan. Oleh itu Islam mengharamkan pembohongan di atas nama agama.

Dalam persoalan hadis, ramai kalangan kita yang begitu tidak berdisiplin dalam memetik hadis-hadis Nabi s.a.w., begitu juga dalam menghuraikannya. Sebahagiannya langsung tidak mengambil berat persoalan kethabitan iaitu kepastian di atas ketulenan sesebuah hadis.

Apa sahaja yang dikatakan hadis terus sahaja dibacakan kepada masyarakat tanpa meneliti takhrij dan tahqiq (keputusan) para ulama hadis terhadap kedudukannya.

Lebih malang ada yang menyangka apa sahaja yang dikatakan hadis maka pastinya sahih dan wajib diimani.

Dengan itu apa sahaja yang mereka temui daripada buku bacaan, yang dikatakan hadis maka mereka terus sandarkan kepada Nabi s.a.w. tanpa usul periksa, sedangkan mereka lupa akan amaran yang diberikan oleh baginda Nabi s.a.w. dalam hadis yang mutawatir:

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

“Sesungguhnya berdusta ke atasku (menggunakan namaku) bukanlah seperti berdusta ke atas orang lain (menggunakan nama orang lain).“Sesiapa yang berdusta ke atasku dengan sengaja, maka siaplah tempat duduknya dalam neraka.” (Riwayat al-Bukhari, Muslim, dan selain mereka).

Berbohong menggunakan nama Nabi s.a.w. adalah satu jenayah yang dianggap sangat berat di dalam Islam. Perbohongan atau berdusta menggunakan Nabi s.a.w. adalah menyandar sesuatu perkataan, atau perbuatan, atau pengakuan kepada Nabi s.a.w. secara dusta, yang mana baginda tidak ada kaitan dengannya.

Ini seperti menyebut Nabi s.a.w. bersabda sesuatu yang baginda tidak pernah bersabda, atau berbuat, atau mengakui sesuatu yang baginda tidak pernah melakukannya.

Maka sesuatu yang dikaitkan dengan Nabi s.a.w. sama ada perkataan, atau perbuatan atau pengakuan, maka ia disebut sebagai al-hadis.

Namun menyandar sesuatu kepada Nabi s.a.w. secara dusta, bukanlah hadis pada hakikatnya. Cuma ia disebut hadis berdasar apa yang didakwa oleh perekanya dan ditambah perkataan al-Maudu’, atau al-Mukhtalaq iaitu palsu, atau rekaan. Maka hadis palsu ialah: “Hadis yang disandarkan kepada Nabi s.a.w. secara dusta, ia tidak ada hubungan dengan Nabi s.a.w.” (lihat: Nur al-Din Itr, Manhaj al-Nadq fi ‘Ulum al-Hadis, m.s.301, cetakan: Dar al-Fikr al-Mu‘asarah, Beirut).

Perbuatan ini adalah jenayah memalsu ciptakan agama, kerana Nabi adalah sumber pengambilan agama. Seperti seseorang yang memalsukan pasport di atas nama sesebuah kerajaan. Ia sebenarnya melakukan pembohongan dan jenayah terhadap kerajaan tersebut.

Kedudukan Nabi s.a.w. tentunya lebih besar dan agung untuk dibandingkan. Oleh itu dalam riwayat yang lain Nabi s.a.w. menyebut:

لاَ تَكْذِبُوا عَلَيَّ فَإِنَّهُ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ فَلْيَلِجْ النَّارَ

“Jangan kamu berdusta ke atasku, sesiapa berdusta ke atasku maka dia masuk neraka.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Kata al-Hafizd Ibn Hajar al-‘Asqalani (meninggal 852H) dalam mengulas hadis ini: “Ia merangkumi setiap pendusta ke atas Nabi s.a.w. dan semua jenis pendustaan ke atas baginda.” Maksudnya: “Jangan kamu sandarkan pendustaan ke atasku (menggunakan namaku)” (rujukan: Ibn Hajar al-‘Asqalani, Fath al-Bari, jld 1, m.s. 270, cetakan: Dar al-Fikr, Beirut).

Bukan sahaja membuat hadis palsu itu haram, bahkan meriwayatkannya tanpa diterang kepada orang yang mendengar bahawa ia adalah hadis palsu juga adalah sesuatu yang haram.

Kata al-Imam Ibn al-Salah (meninggal 643H): “Tidak halal kepada sesiapa yang mengetahui ia hadis palsu meriwayatkannya dalam apa bentuk sekalipun, melainkan disertai dengan menerangkan kepalsuannya.” (Ibn al-Salah,‘Ulum al-Hadis, m.s. 98)

Misalnya di tanah air kita, didapati apabila munculnya bulan Rejab dan Syaaban maka hadis-hadis palsu mengenai bulan-bulan tersebut akan dibaca dan diajar secara meluas. Antaranya hadis:

رجب شهر الله، وشعبان شهري، ورمضان شهر أمتي

“Rejab bulan Allah, Syaaban bulanku dan Ramadan bulan umatku.”

Ini adalah hadis palsu yang direka oleh Ibn Jahdam. (lihat: Ibn Qayyim al-Jauziyyah, al-Manar al-Munif fi al-Sahih wa al-Dha‘if, m.s. 95, cetakan: Maktab al-Matbu‘at al-Islamiyyah, Halab, Syria). Nama penuh Ibn Jahdam ialah Ali bin Abdillah bin Jahdam al-Zahid.

Ibn Jahdam meninggal pada tahun 414H. Beliau adalah seorang guru sufi di Mekah. Dia juga dituduh membuat hadis palsu mengenai solat Raghaib (iaitu solat pada Jumaat pertama bulan Rejab). (lihat: al-Imam al-Zahabi, Mizan al-‘Itidal fi Naqd al-Rijal,. 5, m.s. 173, cetakan: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut).

Sebab itulah al-Imam Ibn al-Salah (meninggal 643H) menyebut: Ada beberapa golongan yang membuat hadis palsu, yang paling bahaya ialah puak yang menyandarkan diri mereka kepada zuhud (golongan sufi).

Mereka ini membuat hadis palsu dengan dakwaan untuk mendapatkan pahala. Maka orang ramai pun menerima pendustaan mereka atas thiqah (kepercayaan) dan kecenderungan kepada mereka.

Kemudian bangkitlah tokoh-tokoh hadis mendedahkan keburukan mereka ini dan menghapuskannya. Alhamdulillah. (Ibn al-Salah, ‘Ulum al-Hadis, m.s. 99)

Golongan penceramah, imam, khatib, dan media massa pula, ada menjadi ejen menyebarkan hadis-hadis palsu mengenai amalan-amalan yang dikatakan disunatkan pada bulan-bulan tersebut.

Kata al-Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah (wafat 751H): Hadis-hadis mengenai solat Raghaib pada Jumaat pertama bulan Rejab kesemuanya itu adalah palsu dan dusta ke atas Rasulullah s.a.w.

Begitu juga semua hadis mengenai puasa bulan Rejab dan solat pada malam-malam tertentu adalah dusta ke atas Nabi s.a.w. Demikian juga hadis-hadis mengenai solat pada malam Nisfu Syaaban (kesemuanya adalah palsu).

Solat-solat ini direka selepas empat ratus tahun munculnya Islam (Ibn al-Qayyim, al-Manar al-Munif, m.s. 95-98).

Sebenarnya hadis sahih mengenai kebaikan malam Nisfu Syaaban itu memang ada, tetapi amalan-amalan tertentu khas pada malam tersebut adalah palsu.

Hadis yang boleh dipegang dalam masalah Nisfu Syaaban ialah:

يَطَّلِعُ اللهُ إلَى خَلْقِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمْيْعِ خَلْقِهِ إلاَّ لِمُشْرِكٍ أوْ مُشَاحِنٍ

“Allah melihat kepada hamba-hamba-Nya pada malam Nisfu Syaaban, maka Dia ampuni semua hamba-hambaNya kecuali musyrik (orang yang syirik) dan yang bermusuh (orang benci membenci) (Riwayat Ibn Hibban, al-Bazzar dan lain-lain).

Al-Albani mensahihkan hadis ini dalam Silsilah al-Ahadis al-Sahihah. (jilid 3, m.s. 135, cetakan: Maktabah al-Ma‘arf, Riyadh).

Hadis ini tidak mengajar kita apakah bentuk amalan malam berkenaan. Oleh itu, amalan-amalan khas tertentu pada malam tersebut bukan dari ajaran Nabi s.a.w.

Kata Dr. Yusuf al-Qaradawi dalam menjawab soalan berhubung dengan Nisfu Syaaban: “Tidak pernah diriwayatkan daripada Nabi s.a.w. dan para sahabat bahawa mereka berhimpun di masjid untuk menghidupkan malam Nisfu Syaaban, membaca doa tertentu dan solat tertentu seperti yang kita lihat pada sebahagian negeri orang Islam.”

Bahkan di sebahagian negeri, orang ramai berhimpun pada malam tersebut selepas maghrib di masjid.

Mereka membaca surah Yasin dan solat dua rakaat dengan niat panjang umur, dua rakaat yang lain pula dengan niat tidak bergantung kepada manusia, kemudian mereka membaca doa yang tidak pernah dipetik dari golongan salaf (para sahabah, tabi‘in dan tabi’ tabi‘in). Ia satu doa yang panjang, yang menyanggahi nusus (al-Quran dan sunah) juga bercanggahan dan bertentang maknanya.

Perhimpunan (malam Nisfu Syaaban) seperti yang kita lihat dan dengar yang berlaku di sebahagian negeri orang Islam adalah bidaah dan diada-adakan. Sepatutnya kita melakukan ibadat sekadar yang dinyatakan dalam nas.

Segala kebaikan itu ialah mengikut salaf, segala keburukan itu ialah bidaah golongan selepas mereka, dan setiap yang diadakan-adakan itu bidaah, dan setiap yang bidaah itu sesat dan setiap yang sesat itu dalam neraka. (Dr. Yusuf al-Qaradawi, fatawa Mu‘asarah jilid 1, m.s. 382-383, cetakan: Dar Uli al-Nuha, Beirut).

Inilah kenyataan Dr. Yusuf al-Qaradawi, seorang tokoh ulama umat yang sederhana dan dihormati.

Namun dalam masalah ini beliau agak tegas kerana ia bercanggah dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah s.a.w.

Justeru, Hadis-hadis palsu mengenai Rejab dan Syaaban ini hendaklah dihentikan dari disebarkan ke dalam masyarakat. Kita perlu kembali kepada agama yang tulen.

Hasil dari memudah-mudahkan dalam hal seperti ini maka muncullah golongan agama yang suka mendakwa perkara yang bukan-bukan.

Dengan menggunakan nama agama segala rekaan baru dibuat untuk kepentingan diri dan kumpulan. Islam tidak pernah memberi kuasa kepada golongan agama, atau sesiapa sahaja untuk mendakwa apa yang dia suka kemudian menyandarkannya kepada agama.

Agama kita rujukannya ialah al-Quran dan al-sunah yang dipastikan kesabitannya mengikut yang diputuskan oleh para ulama hadis. Kata al-Syeikh Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah (seorang ulama hadis al-Azhar): “Masih ada para penceramah yang tidak ada ilmu hadis, sama ada ilmu riwayat atau dirayah (mengenai teks hadis).”

Mereka hanya membaca hadis apa yang mereka hafal dan dari tulisan-tulisan tanpa mengetahui kedudukan hadis tersebut.

Apa yang mereka pentingkan hanyalah reda orang ramai. Lalu mereka menyebut perkara yang berlebih-lebih, pelik dan ajaib yang Islam tiada kaitan dengannya.

Mereka ini sepatutnya dihalang dari berceramah, memberi nasihat dan bertazkirah. (Abu Syahbah, al-Wasit fi ‘Ulum wa al-Mustalah al-Hadis m.s. 322, cetakan: Dar al-Fikr al-‘Arabi, Kaherah).

Saya menyeru diri sendiri, para penceramah, ustaz-ustaz, media elektronik dan cetak, bahkan semua pihak yang membaca sesuatu hadis memastikan kesahihannya dahulu. Semoga Rejab dan Syaaban tahun ini tidak dibaluti dengan pembohongan terhadap Nabi s.a.w.

Tuesday, August 5, 2008

TEORI RAHMAN versi Islam.

Apakah Teori "RAHMAN" ini?

Teori "RAHMAN" mengikut tafsiran orang UMNO adalah Tunku Abd Rahman (R), Tun Abd Razak (A), Datuk Hussein Onn (H), Dr. Mahathir (M), (A) ..masih kosong dan (N) ..tak tahu siapa.

Inilah andaian orang UMNO dan hari ini orang UMNO yang ada huruf "A" atau "N" pada pangkal namanya sedang berangan-angan, kononnya ada harapan akan jadi PM satu hari nanti.

Percayalah, Liang Lahad amat yakin sepenuhnya yang angan-angan mereka ini hanya tinggal angan-angan. Impian tidak akan terlaksana.

Saya pernah berdebat sesama rakan dalam UMNO di PWTC lapan tahun dulu bahawa tafsiran mereka itu salah dan mereka mempertikaikan saya. Mereka ketawa. Mereka mempermainkan saya. Pernah saya katakan kepada mereka "Memang Anwar akan jadi PM tetapi Anwar tidak boleh jadi PM di dalam UMNO kerana landasannya tidak serupa." Mereka terus ketawakan kata-kata saya. Tetapi bermula September 1998 apabila Sdra Anwar Ibrahim dipecat dari jawatan TPM dan Timbalan Presiden UMNO, orang-orang yang sama berdebat itu datang berjumpa saya dan minta saya jelaskan kembali "Teori RAHMAN" menurut pandangan saya. Lalu saya kupaskan kepada mereka satu persatu dengan jelas dan terperinci.

Di artikal yang ringkas ini saya perturunkan tafsiran saya mengenai "Teori RAHMAN" menurut pandangan saya untuk memperkuatkan semangat semua rakan-rakan reformis dan seluruh rakyat Malaysia yang mahu "Tumbangkan kezaliman tegakkan keadilan mempertahankan kebenaran" bahawa kita semakin hampir kepada kejayaan dan kemenangan.

APAKAH TAFSIRAN SAYA? Sila ikuti selanjutnya...

Cara mereka (orang UMNO) mentafsir 'RAHMAN' menggunakan huruf-huruf roman sedangkan 'RAHMAN' adalah bahasa Arab dan merupakan perkataan dalam Al-Quran. Ternyata sudah bahawa orang-orang UMNO ini amat buta dalam agama. Mana bisa satu kalimah Al-Quran bertulisan Arab diterjemah dalam tulisan rumi. Memang manusia di dalam UMNO adalah jenis manusia yang mengabaikan Al-Quran.

"RAHMAN" bukanlah ejaannya R.A.H.M.A.N tetapi di ambil sepenuhnya "AR-RAHMAN". Ia adalah bahasa Al-Quran, kalimah Allah swt maka mestilah ejaan Arabnya ialah "Alif", "Lam", "Ra", "Ha", "Mim", "Nun".

Lihat mana ada huruf "Alif" selepas "Mim". Jadi Abdullah Ahmad Badawi janganlah berangan-angan menjadi Perdana Menteri selepas Mahathir. Kalau pun awak jadi PM hanya seketika, kerana kamu tidak layak kerana "Alif" lain yang lebih layak menurut tafsiran Liang Lahad. Kamu cuma sekadar mengisi "kekosongan" sementara "Alif" lain mempersiapkan diri menjadi PM yang sebenarnya.

Rahman bererti "Pemurah" dan sememangnya negara kita lahir dari sifat Pemurah Allah swt. Kita menikmati kemewahan, kemakmuran, kekayaan, kekuasan adalah disebabkan oleh sifat Rahman Allah swt kepada hambanya.

Huruf-huruf Ar-RAHMAN untuk pemimpin UMNO seperti berikut, "Alif", "Lam" "Ra" adalah untuk dua orang Abd Rahman dan Abd Razak, "Ha" nama Hussein dan "Mim" nama Mahathir. "Nun" tidak ada nama bagi sesiapa pun selepas Mahathir. Kenapa pula? kerana "Nun" ianya bermakna "NAZAK". Iaitu UMNO yang sebelum ini diterajui oleh pemimpinnya sebagai pemerintah negara ini sudah NAZAK. Ia juga membawa makna 'tenat'. Umno menjadi tenat dan kemudiannya UMNO akan "MATI".

UMNO bukanlah seperti yang dislogankan oleh pengikutnya "dulu, kini dan selamanya". Bagi hamba Allah yang memahami Tauhid dan kejadian makhluk maka sudah cukup yakin UMNO adalah bersifat 'baharu' seperti kita juga. UMNO bukan 'qodim'. Setiap yang bersifat baharu sudah pasti ada awal dan ada akhirnya. Kata-kata di dalam sebuah kitab lama "Awal bermulanya kita, TIADA, khudrat Allah swt menjadikan, ADA, tetapi akhirnya TIADA. Kita inilah yang tiada. Maka Allah swt jualah yang ada."

Oleh itu kalimah "UMNO: Dulu, Kini dan Selamanya)" itu adalah sesuatu tanggapan bahawa UMNO bersifat "Qodim" dan ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengatakan hanya Allah swt sahaja yang bersifat Qodim. Kalimah slogan UMNO ini sudah cukup menjadikan orang syirikkan Allah swt. Oleh itu apabila kita berjumpa orang-orang UMNO yang mengatakan atau lekatkan sticker "UMNO: Dulu kini dan Selamanya". Yakinlah secara tidak sedar mereka telah mensekutukan Allah swt.

Dosa yang tidak diampunkan oleh Allah swt adalah dosa orang yang mensyirikkanNya.

Oleh kerana UMNO bersifat 'baharu' maka dia pastinya akan musnah. Berbalik kepada teori "rahman" ini iaitu selepas "Mim" maka "Nun" akan menjelma yang membawa maksud NAZAK. Memandangkan keadaan terkini, UMNO hari ini memang nyata UMNO cukup NAZAK. Maka tidak mustahil setiap yang nazak pasti akan mati.

Habis selepas UMNO siapa pula akan ambil alih negara ini?

Ar-Rahman adalah sifat 'Pemurah' Allah swt yang Maha Agong, Maha Kaya, Maha Bijaksana lagi Maha Perencana yang Terbaik. Atas sifat Ar-Rahman inilah maka kita dikurniakan oleh Allah swt dengan rezki yang melimpah, kemakmuran, kekayaan, kesenangan, kesihatan, kejayaan dan lain-lain lagi. Anugerah yang kita terima ini disalurkan oleh Allah swt kerana tiga pemimpin yang terdahulu yang menaburkan benih dan menanam usaha yang murni.

Tunku Abdul Rahman membuat pelantar atau 'tapak usaha' bagi penggantinya memulakan benih-benih kemakmuran dan kejayaan. Kemudiannya Tun Abdul Razak sebagai pengganti mengusahakan benih kejayaan atas nama pembangunan negara. Tanah-tanah baru diteroka dan ditanam dengan berbagai tanaman 'bumi hijau', perut bumi dikaji untuk diketahui isi khazanahnya, laut diselami untuk menggeledah kekayaannya dan berbagai lagi. Impian Tun Razak hanya satu iaitu supaya rakyat mendapat manfaatnya.

Ketika Datuk Hussein Onn mengambil alih teraju negara segala 'benih kejayaan' yang ditinggalkan oleh Tun Razak belum lagi berbuah dengan lebat. Kalau ada pun hasilnya baru sekadar berbunga dan berputik. Hasil dari 'benih kejayaan' yang ditinggalkan oleh Tun Razak tidak sempat dipetik oleh Datuk Hussein Onn kerana dia meletakkan jawatan akibat tekanan Timbalannya.

Ini seumpama nenek yang menanam di dusun durian. Dia dan anaknya tidak sempat memakan dan memetik hasil tetapi sebaliknya cucunya yang akan puas memakan buahnya, menjual berbakul-bakul dan akhirnya hidup bermewah.

Maka begitu jugalah dengan Mahathir. Dia tidak payah berusaha keras. Apabila sahaja dia memegang teraju pemerintahan segala 'benih-benih kejayaan' yang diusahakan oleh Tun Razak telah membuahkan hasil. Mahathir hanya memetik dan membelanjakannya saja. Dia hanya perlu menyediakan lori. Sebab itu di zaman Mahathir, rakyat merasa sedikit kesenangan kerana semua asas kesenangan telah diusahakan oleh Tun Razak dahulu.

Ketika Mahathir mengambil alih kuasa, Felda mengeluarkan kelapa sawit dan getah, Petronas semakin melimpah ditumpahi minyak, anak-anak Melayu sudah pun pandai menulis dan membaca, kelas dewasa telah berjaya membasmi masyarakat buta huruf, mereka yang keluar negara di zaman Tun dan Datuk Hussein mula balik menabur bakti. Ini cukup memudahkan Mahathir mengutip hasil dan bermewah dengan hasil itu.

Inilah sifat Rahman Allah swt yang kasih kepada kita rakyat Malaysia. Oleh itu Mahathir jangan mendabik dada kononnya kejayaan Malaysia hari ini atas usaha dan kegigihannya. Kemewahan Malaysia di zaman Mahathir sebenarnya adalah ditetapkan atas perancangan Allah swt kerana usaha gigih pemimpin yang terdahulu. Allah swt mentakdirkan "Mim" itu adalah MUNAFAAT. Dan MUNAFAAT ini untuk rakyat MALAYSIA kerana Tunku meletakkan Islam agama rasmi Malaysia.

Bermakna "Mim", MUNAFAAT untuk MALAYSIA, majoriti rakyatnya MUSLIM beragam Islam yang menurut sejarah mula bertapak di MELAKA. Sejarah Islam itu berkembang di MADINAH selepas berhijrah dari MEKAH yang dibawa oleh Nabi MUHAMMAD saw. Lihatlah betapa banyaknya huruf "Mim" pada perkataan yang dinyatakan di atas. Inilah betul-betul RAHMAT Allah swt yang mentakdirkan untuk kita. Kejayaan kita bukan kerana Mahathir tetapi kerana adanya RAHMAT Allah swt.

Kita kembali kepada 'Teori Rahman' selepas "Mim" akan berganti oleh "Nun". NAZAK. UMNO menjadi NAZAK selepas Mahathir jatuh atau dijatuhkan. Sudah jelas sekarang pengganti Mahathir bukanlah mampu dibawa oleh orang di dalam UMNO lagi. Kenapa pula?

Teori RAHMAN sudah berakhir selepas Mahathir. Oleh itu siapa pula yang mengambil alih teraju negara? Mari kita kembali kepada perkataan yang teratas sekali di dalam Kitab Suci Al-Quran Nul Karim iaitu "BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM". 'Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Mengasihani'.

Seperti yang saya nyatakan di artikal saya sebelum ini di laman-laman web pro reformasi bahawa abad ini adalah abab kebangkitan Islam sedunia dan rantau Asia Tenggara. Ini bermaksud abad ini adalah zaman orang MUKMIN mentadbir negara dengan penuh adil dan kasih sayang kerana orang Mukmin sentiasa taat kepada perintah Allah swt dan akan berusaha menjadikan dirinya hamba Allah.

Kasih sayang adalah sifat AR-RAHIM Allah swt seperti yang dilafazkan di hujung kalimah Bismillah...

Kalimah AR-RAHIM bermula dengan huruf "Alif". Ini membawa maksud selepas Teori Rahman iaitu berakhirnya Mahathir, UMNO mati. Nazak dan Noktah "Nun".

AR-RAHIM pula muncul. Rakyat bangun menuntut dilaksanakan "Alif" petama iaitu ISLAH (reformasi). Mereka mahukan kerajaan yang adil yang IHSAN kepada rakyat. Negara yang AMAN pemimpin yang IKHLAS.

Kemudian keseluruhan rakyat mahukan ISLAM ditegakkan kerana ISLAM adalah agama ALLAH bagi orang yang berIMAN.

Cuba lihat betapa banyak "Alif" yang muncul pada maksud kalimah AR-RAHIM ini. Antaranya ialah ISLAH, IHSAN, AMAN, IKHLAS, ISLAM, ALLAH dan IMAN. Inilah tuntutan kehendak rakyat Malaysia kepada pemimpin pengganti selepas Mahathir nanti.

Kalau kita lihat kepada tuntutan-tuntutan ini maka nama seperti Abdullah Badawi tidak mampu memikul apatah lagi melaksanakan tuntutan rakyat ini. Walau pun Abdullah Badawi juga mempunyai "Alif" (jika betul Alif) pada namanya tetapi "Alif" yang dia miliki tidak berupaya membawa kehendak rakyat Malaysia. Itulah sebabnya di awal tadi telah saya nyatakan bahawa Abdullah Badawi kalau pun menjadi pengganti Mahathir tetapi duduknya hanya seketika. Lagipun Abdullah bukan "Alif" mungkin dia "A'in".

Maka kalau Abdullah naik pun dia hanya duduk sementara menunggu "Alif" yang sebenar mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang sebenar-benarnya, yang menjadi pemimpin atas Izin, keHendak dan Redha Allah swt. Abdullah Badawi akan akan duduk sementara kerana dialah yang akan menguruskan pengkebumian UMNO yang kini Nazak.

Jadi kalau bukan Abdullah Badawi maka "Alif" mana pula yang sebenarnya? Mari kita kembali lagi sekali kepada "Bismillahirrahmanirrahim". Berapa "Alif" yang ada dalam kalimah ini? Ada tiga (3) "Alif" bukan?

Kalau ada tiga "Alif" bermakna untuk tiga orang. Orang yang pertama Abdullah Badawi (kalau dia Alif lah: Alif pada namanya masih samar) hanya duduk sementara UMNO dikebumikan. Selepas UMNO dikuburkan oleh Abdullah Badawi maka Abdullah Badawi sendiri akan diturunkan dari kerusi Perdana Menteri. Selepas Abdullah Badawi diturunkan maka "Alif" kedua pula akan naik. "Alif kedua ini juga masih samar antara Alif dan 'Ain. Tapi tidak mengapa kerana dia juga bersifat sementara kerana "Alif" ke 3 iaitu "Alif" yang sebenar-benarnya masih di dalam proses untuk penyempurnaan haq.

Anda tentu bertanya siapakah "Alif" kedua itu? Maka jangan marahkan saya kalau saya katakan "Alif" kedua itu adalah AZIZAH. (Telahan saya berasaskan ejaan jawi Wan Azizah bermula Alif bukan "'Ain" yang dieja ruminya A'zizah).

Azizah juga naik menjadi PM hanya untuk sementara iaitu untuk menunggu selesai proses pilihanraya kecil salah satu kerusi parlimen yang dikosongkan untuk ANWAR IBRAHIM (ada dua "Alif" untuk Anwar dan Ibrahim). Selepas dua "Alif" ini ANWAR IBRAHIM menang mudah pilihanraya kecil parlimen maka berlakulah pertukaran kuasa yang sebenarnya.

"Alif" inilah yang mampu membawa Malaysia ke era yang lebih gemilang yang berteraskan kepada pedoman Al-Quran untuk memberikan kasih sayang (AR-RAHIM) kepada semua rakyat Malaysia yang berbilang kaum atas tuntutan ISLAH, IHSAN, AMAN, IKHLAS, ISLAM, ALLAH dan IMAN. Lihat semuanya "Alif".

Maka itulah ANWAR IBRAHIM merasakan penderitaan, penyiksaan, kezaliman, aib dan maruahnya dijatuhkan sebegitu hebat kerana ketika pelaksanaan Teori AR-RAHMAN semua perkara yang melibatkan kasih sayang (AR-RAHIM) diabaikan oleh Mahathir.

Semuga apabila ANWAR IBRAHIM (dua Alif) menerajukan negara ini nanti, INSYAALLAH, semua yang telah menyimpang jauh dari kasih sayang Ar-Rahim akan diperbetulkan termasuklah dalam semua bidang dan institusi kerajaan yang kini dilacur dan diperkosakan oleh Mahathir.

Betapa institusi ini dilacur dan diperkosa oleh Mahathir, ANWAR IBRAHIM telah melihat sendiri dengan matanya, merasai perit dengan tubuhnya, memegang dengan tangannya, melangkah dengan kakinya, mendengar dengan telinganya, berbicara dengan lidahnya dan menghidu dengan hidungnya. Semuanya ini memerlukan ISLAH yang besar dan saya yakin ANWAR IBRAHIM mampu melaksanakannya di bawah payung BA (Barisan Alternatif). Alif juga.

Tanda-tanda nilai-nilai AR-RAHIM, kasih sayang dan perpaduan antara kaum di negara ini telah berbuah di dalam Barisan Alternatif sekarang. Walaupun UMNO cuba merosakkan nilai kasih sayang ini dengan berbagai cara namun ianya tetap gagal dan akan terus gagal.

Kasih sayang dan perpaduan hanya akan wujud dilaksanakan di dalam Barisan Alternatif (BA). Mereka boleh laksanakan kasih sayang itu kerana mereka bukan berfahaman perkauman. Kalau kita kaji semula, berani saya mengatakan bahawa dalam parti-parti komponen Barisan Alternatif (BA) seperti PAS, keADILan, DAP serta PRM tidak satu pun parti-parti itu berfahaman perkauman. Semua parti-parti ini mempunyai ahli-ahli dari berbagai kaum. Tidak seperti UMNO dengan Melayunya, MCA dengan Cinanya dan MIC dengan Indianya.

Saya berdoa ke hadrat Allah swt dengan berkat kekasihnya Nabi Muhammad saw agar menjadikan negara ini dipimpin oleh seorang manusia yang bersifat insan penuh kasih sayang, taat kepada perintahNya, taqwa pada Allah swt. Pemimpin yang penuh tawaduk, zuhud dan mementingkan kehendak rakyat lebih dari kepentingan dirinya sendiri. Amin.

Sekian saya mengupas Teori Rahman yang sentiasa menjadi bualan dan panduan orang-orang UMNO hingga hari ini.

"KEMBALIKAN HAK KEPADA YANG BERHAK"
"ANWAR IBRAHIM: ADA HAQ PADA PERJUANGAN MU"

Sunday, August 3, 2008

PERTANYAAN KEPADA MEREKA YANG MEMPUNYAI SALAH FAHAM TENTANG BID'AH

Assalamualaikum ahkamerz, kami sajikan pada anda jawapan lengkap terhadap artikel yang ditulis oleh ustaz UIA Kuantan tersebut. Terima kasih kepada sesiapa yang menyumbang kepada artikel jawapan ini. Moga Allah memberikan ganjaranNYA pada anda.Berikut ialah artikel ustaz tersebut;-

Bid’ah menurut jumhur fuqaha’ dari kalangan ahlusunnah wal jamaa’h ditakrifkan sebagai mencipta(mengada ka-adakan atau mereka-reka) sesuatu( amalan syar’i) yang sama sekali tidak ada contohnya pada zaman Rasulullah atau tiada dalilnya dari syara’’’. Bid’ah yg tidak dibenarkan di sisi Islam adalah bid’ah yg berkaitan dgn masalah syar’i dan bukan duniawi.

PERSOALAN:…membaca al-qur’an adalah syar’i…(bukan membukukan…membaca dan membuku adalah satu perkara yg berlainan). Adakah kita sekarang ini membaca bertepatan dengan rasulullah baca? dari segi tajwid dan makhraj hurufnya…apatah lagi yang kena masuk tq 1000 mahupun 2000…sudah semestinya tidak tepat….

PERSOALAN…adakah rasulullah menggunakan mushaf untuk membaca al-quran?…setahu saya baginda menghafal kesemuanya dan tidak pernah menggunakan mushaf kerana pada masa itu mushaf tidak ada lagi…bagi saya dalil yang mengatakan baginda suruh baca quran tgk mushaf..

Kalau adepun pada masa sahabat di zaman usman…tp mushaf takde baris dan titik…dan jumhur ulama’ termasuk ibnu taimiyah melarang sekerasnya meletakkan titik ke dalam mushaf…tetapi kenapa kite pakai mushaf yang bertitik dan berbaris sekarang ini? Bagi saya dalil bahawa baginda suruh bubuh baris dan titik dalam mushaf

PERSOALAN..rasulullah membaca dgn 7 huruf…(ape die 7 huruf..kalau tak paham..gi ngaji byk lagi..jgn nak membid’ah sana dan sini..) Sedangkan kita sekarang ini membaca dgn riwayat hafs b. sulaiman al-kufi (sape plak ni..kalau tak paham jugak..lu pk lah sendiri)yg sudah pastinya baginda tak membaca sebigini sahaja….imam ini tak lahir lagi di zaman baginda…seumpama baginda tak mungkin bermazhab syafie, hambali, maliki mahupun hanafi sbb ke empat2 imam muktabar ini tak lahir lagi zaman baginda….

Bagi saya dalil yg mengatakan baginda suruh baca mengikut riwayat imam ini…

So..kenapa kita membaca al-quran tidak seperti rasulullah…termasuklah hok ngaku salafi…konon-konon mengikut semua skali yg nabi buat…kekadang baca quran pun tak berapa betul…TPT dapat 1000…lidah keras dan liat nak menyebut kalimah ALLAH..tapi menyebut bid’ah..masyaallah..

Berikut ialah respons dari pelajar2 UIA Kuantan yang dibantu ahkamerz:

JAWAPAN KEPADA MEREKA YANG MEMPUNYAI SALAH FAHAM TENTANG BID’AH

Apabila membaca tulisan “Pertanyaan kepada mereka yang mempunyai salah faham tentang bid’ah”. Saya yang da’if merasa terpanggil untuk menjawab artikel tersebut. Tujuan jawapan ini ditulis bukanlah untuk merendah2kan sesiapa atau bersikap biadap. Tapi, sekadar untuk menjelaskan kekeliruan dan keraguan tentang qur’an.

Mungkin penulis artikel tersebut tersilap memahami isu bacaan al-quran, mungkin beliau berniat baik, mungkin beliau ingin menentang aliran ekstrem salafi atau mungkin beliau ingin nyatakan mencegah bid’ah bukanlah priority.

Apapun kemungkinan, saya bersangka baik dengan beliau dan tidak menyalahkan beliau secara total. Memang wujud aliran salafi ekstrem yang taksub dengan syeikh Albani rahimahullah dan juga pada Dr Asri. Namun, manhaj salaf sendiri merupakan manhaj yang mulia. Ia bukan milik kedua tokoh tersebut namun ia milik Allah dan rasulNya. Kita menolak semua jenis ekstrem samada dia salafi, ikhwan muslimin, tariqat dan sebagainya.

Apa yang lebih menakutkan, artikel tersebut mengundangkan beberapa persoalan yang membahayakan iman kita. Contohnya, ada yang mungkin anggap al-quran yang kita baca kini, tak sama dengan apa yang Rasulullah s.a.w baca. Ini akan menimbulkan keraguan terhadap sumber Islam dan boleh membuka kepada kritikan non-Muslim terhadap kitab Allah s.a.w. Saya sedar, penulis artikel tersebut tidak berniat demikian. Apapun, kebenaran lebih saya sayang dari niat penulis artikel tersebut.

InsyaAllah, kita mulakan jawapan terhadap persoalan yang dikemukakan.

KENYATAAN: Bid’ah menurut jumhur fuqaha’ dari kalangan ahlusunnah wal jamaa’h ditakrifkan sebagai mencipta(mengada ka-adakan atau mereka-reka) sesuatu( amalan syar’i) yang sama sekali tidak ada contohnya pada zaman Rasulullah atau tiada dalilnya dari syara’’’. Bid’ah yg tidak dibenarkan di sisi Islam adalah bid’ah yg berkaitan dgn masalah syar’i dan bukan duniawi.

ULASAN: Kenyataan di atas benar cuma perlu diperincikan . Sesetengah ulama’ membahagikan bid’ah kepada hasanah dan dalalah seperti As-Syafie, Izz Abdul Salam, An-Nawawi dan lain2. Namun, mereka bersepakat bahawa tiada bid’ah hasanah dalam ibadah khusus. Ini kerana pemilik syariat hanyalah Allah dan Rasulnya(42:21) dan Islam telah lengkap(5:3). Adapun ibadah2 umum seperti membina sekolah, mengajar ilmu2 quran dengan multimedia dan sebagainya. Ia termasuk ibadah umum dan bukannya bid’ah dhalalah. Untuk ta’rif bid’ah yang tepat, sila rujuk Mauqif ahl As-Sunnah wa al-Jama’ah min Ahl al-Ahwa wa al-Bida’(jilid 1, ms 90-92) karangan Dr Ibrahim ‘Amir ar-ruhaili. Beliau mengumpulkan semua ta’rif bid’ah dan menyatakan ta’rif Imam As-Syatibi terbaik dalam bab ini

SOALAN:…membaca al-qur’an adalah syar’i…(bukan membukukan…membaca dan membuku adalah satu perkara yg berlainan). Adakah kita sekarang ini membaca bertepatan dengan rasulullah baca? dari segi tajwid dan makhraj hurufnya…apatah lagi yang kena masuk tq 1000 mahupun 2000…sudah semestinya tidak tepat….

JAWAPAN: Sudah menjadi satu hujah yang jelas untuk diketahui bahawa bacaan al-Quran yang kita baca pada hari ini memang berasal dari sunnah. Selagi mana ia bertepatan dengan qiraat yang ma’thur dan bukannya qiraat yang batil maka ia diterima. Untuk mengatakan ia bukan dari Rasullulah s.a,w perlulah dibuktikan. InsyaAllah dalam jawapan seterusnya akan diperincikan.

Hukum tajwid dan makhraj huruf diperlukan untuk membantu bacaan seperti mana ilmu2 yang lain yang diperlukan untuk memahami sesuatu ilmu. Contohnya, ilmu usul-fiqh diperlukan untuk memahami bagaimana mengistinbat hukum dari quran dan sunnah. Jadi apalah salahnya menghadiri kelas tq1000 dan 2000 untuk mempelajari ilmu tajwid. Ia bukanlah bid’ah dhalalah. Ia tidak termasuk sebagai ibadah itu sendiri tapi sekadar membantu kita bagaimana membaca al-quran.

PERSOALAN…adakah rasulullah menggunakan mushaf untuk membaca al-quran?…setahu saya baginda menghafal kesemuanya dan tidak pernah menggunakan mushaf kerana pada masa itu mushaf tidak ada lagi…bagi saya dalil yang mengatakan baginda suruh baca quran tgk mushaf..

Kalau adepun pada masa sahabat di zaman usman…tp mushaf takde baris dan titik…dan jumhur ulama’ termasuk ibnu taimiyah melarang sekerasnya meletakkan titik ke dalam mushaf…tetapi kenapa kite pakai mushaf yang bertitik dan berbaris sekarang ini? Bagi saya dalil bahawa baginda suruh bubuh baris dan titik dalam mushaf…

JAWAPAN: Sesiapa yang mempelajari ilmu hadith sudah tentu mengetahui bahawa takrif sunnah ialah ‘apa yang disandarkan kepada Rasullulah s.a.w dari sudut perkataan, perbuatan dan pengakuan baginda’(sila rujuk mana2 kitab mustalah al-hadith). Jadi, walaupun baginda tidak membaca melalui mushaf, baginda mengakui tindakan sahabat yang membaca dengan mushaf. Terlalu banyak athar yang menunjukkan sahabat membaca al-quran dengan mushaf, antaranya ialah,

(1 a) Dari 'Ikrimah dia berkata : Aku masuk kepada Ibn 'Abbas r.a dan ketika itu dia sedang membaca al-Quran dari mushaf, sebelum dia hilang penglihatannya dan dia sedang menangis. Aku berkata : Apakah yang membuatkan engkau menangis... (Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak. Beliau berkata : Sanad hadis ini sahih dan dipersetujui oleh al-Zahabi, 2/532)

(Db)Dari Ummu Salamah al-Azdiyah r.a dia berkata : Aku melihat 'Aisyah membaca al-Quran dari mushaf dan jika dia melalui ayat sajdah maka dia akan sujud. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra, 2/326)

(3 c) Hamba Aisyah r.a, Zakuan mengimamkannya dalam solat dan membaca al-Quran dari mushaf dalam solat. ( Diriwayatkan al-Bukhari dalam Sahihnya, 1/245)

(4 d) Pengislaman Umar r.a setelah membaca mushaf Al-Quran yang ada pada tangan adik perempuannya.

Cukuplah dalil di atas menunjukkan Rasullulah s.a.w membenarkan sahabat membaca al-Quran dari mushafnya. Ini bukanlah bid’ah tapi sunnah. Walaupun sahabat buat perkara yang tidak dilakukan Rasullullah s.a.w, Rasullulah s.a.w menjustifikasikannya sekaligus menjadikan ia sunnah. Berbeza dengan zaman kita, bila mana amalan2 ibadah khusus baru direka maka tiada siapa yang dapat menjustifikasikannya sebagai sunnah. Tambahan, banyak dalil menunjukkan sahabat buat benda yang Rasulullah s.a.w tak buat tapi dijustikasikan oleh baginda. Contoh paling mudah, Khalid r.a makan biawak dabh namun baginda tidak mengharamkannya walaupun baginda sendiri tidak memakannya.

Tambahan, Rasullulah s.a.w sendiri tidak membaca dengan mushaf kerana Allah mentaqdirkan baginda sebagai ummi. Ini untuk menutup mulut2 pengkritik Islam agar mereka tahu bahawa al-Quran tidak ditulis oleh baginda.

Satu lagi hujah yang jelas, antara faedah Rasullulah s.a.w menyuruh sahabat menulis al-Quran sudah tentu untuk membacanya. Bahkan sebuah hadith sahih menyebutkan pembaca al-Quran akan mendapat syafaat dari apa yang dibacanya di hari akhirat nanti.

Isu baris dan titik perlulah diketahui dengan jelas. Ia termasuk dalam masalih al-mursalah. Masalih mursalah ialah tambahan dalam agama yang tidak bertujuan untuk beribadat dengannya(boleh diertikan sebagai bid’ah hasanah). Bid’ah pulak tambahan dalam agama dengan bertujuan berlebih2an dalam ibadah. Setengah pendapat mengatakan penambahan berlaku pada zaman Ali r.a dimana beliau memerintahkan abu aswad ad-duali(69H),Nasr Ibn Ashim(89H) dan Yahya Ibn Ya’mur(129H) untuk meletakkan baris dan titik. Ini untuk memudahkan pembacaan al-Quran. Ia tidakpun menambah jumlah surah ataupun kandungan al-Quran.

Penambahan baris dan titik bukanlah bid’ah kerana tujuannya ialah membantu umat Islam untuk membaca al-Quran. Kalau seorang yang mampu membaca al-Quran dengan betul, tanpa memerlukan titik dan baris maka tak salah dia baca al-Quran yang asli seperti yang terdapat di muzium Topkapi.

Seperkara lagi, agak diragukan bagaimana ulama2 hebat seperti Syaikhul al-Islam Ibn Taimiyah dan lain2 ulama2 melarang keras sedangkan ada pendapat yang mengatakan ia berlaku pada zaman sahabat lagi. Lagipun, sejak zaman sahabat lagi, Islam berkembang luas ke pelusuk dunia dan bertambah ramai orang bukan arab yang memeluk Islam. Sudah tentu banyak Muslim ketika itu tidak menguasai bahasa arab dengan baik. Bagaimana mereka nak baca al-Quran dengan tanpa baris?

Kita sedia tahu terlalu banyak fitnah dikenakan terhadap Ibn Taimiyah r.a. Maka kita menuntut dalil untuk menjustifikasikan hujah di atas. Kesimpulan hujah di atas, penambahan titik dan baris bukanlah suatu ibadah khusus. Jika ia bukan ibadah khusus maka ia tidak perlu dalil untuk mensyariatkannya.



PERSOALAN..rasulullah membaca dgn 7 huruf…(ape die 7 huruf..kalau tak paham..gi ngaji byk lagi..jgn nak membid’ah sana dan sini..) Sedangkan kita sekarang ini membaca dgn riwayat hafs b. sulaiman al-kufi (sape plak ni..kalau tak paham jugak..lu pk lah sendiri)yg sudah pastinya baginda tak membaca sebigini sahaja….imam ini tak lahir lagi di zaman baginda…seumpama baginda tak mungkin bermazhab syafie, hambali, maliki mahupun hanafi sbb ke empat2 imam muktabar ini tak lahir lagi zaman baginda….

Bagi saya dalil yg mengatakan baginda suruh baca mengikut riwayat imam ini…

So..kenapa kita membaca al-quran tidak seperti rasulullah…termasuklah hok ngaku salafi…konon-konon mengikut semua skali yg nabi buat…kekadang baca quran pun tak berapa betul…TPT dapat 1000…lidah keras dan liat nak menyebut kalimah ALLAH..tapi menyebut bid’ah..masyaallah..

JAWAPAN: Memang benar telah tsabit dari hadith yang sahih bahawa Rasullulah s.a.w membaca al-Quran dengan tujuh huruf. Ini memudahkan pelbagai suku-suku arab menyebut sebutan al-Quran mengikut lahjah mereka. Namun, sebutan al-Quran yang berbeza ini bersumberkan dari Rasullulah s.a.w. Terdapat beberapa qiraat yang mashyur seperti hafs, wash, warsh and sebagainya Antara riwayat yang sahih ialah riwayat Hafs bin Sulaiman al-Kufi. Beliau merupakan imam qiraat yang mashyur. Qiraat beliau juga dikenali sebagai qiraat al-‘ammah.

Qiraat Hafs menjadi yang mashyur sehingga digunakan di banyak negara Islam. Imam Hafs itu sendiri merupakan antara jaguh dalam ilmu qiraat maka sebab itulah qiraat beliau menjadi pilihan. Bahkan beliau menukilkan qiraat yang banyak diguna pakai sahabat. Namun, kita setuju bukan sesuatu wajib untuk mengatakan hanya qiraat beliau yang diterima. Sesiapa yang mampu membaca lebih satu qiraat maka ia digalakkan. Ia bukan bid’ah. Namun, bagi sesiapa yang tidak mampu menguasai banyak qiraat maka cukuplah dengan satu qiraat.

Dalilnya ialah hadith yang diriwayatkan oleh Umar ibn Khattab r.a,

“Aku mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam membaca surat Al-Furqan tidak seperti yang aku baca dan yang Rasulullah saw. ajarkan kepadaku. Hampir saja aku menyalahkannya ketika ia sedang membaca, tetapi aku biarkan saja sampai ia selesai. Setelah selesai, aku pegang dengan kuat serban yang berada di lehernya dan aku bawa ia menghadap Rasulullah saw. Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mendengar orang ini membaca surat Al-Furqan tidak seperti yang baginda ajarkan kepadaku. Rasulullah saw. bersabda: Suruh ia untuk membacanya. Ia (Hisyam) pun membaca bacaan yang sebelumnya aku dengar sebelumnya. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Seperti itulah surat itu diturunkan. Kemudian beliau menyuruhku: Bacalah. Aku pun membacanya. Lalu beliau bersabda: Demikianlah surat itu diturunkan. Sesungguhnya Alquran itu diturunkan atas tujuh dialek. Maka bacalah dengan bacaan yang mudah di antaranya”.(riwayat Malik dalam al-Muwatta’)

Jelas dari dalil diatas, kita boleh mengikut mana2 bacaan al-Quran yang mudah bagi kita. Di Malaysia, bacaan imam al-Hafs merupakan yang mudah. Maka, mengikutinya bukanlah bid’ah.

Untuk mengatakan bacaan Imam Hafs tidak seperti bacaan Rasulullah s.a.w sama sekali tidak tepat. Berikut dikemukakan sanad imam Hafs Qiraat .

Imam Hafs bin Sulaiman al-Kufi bersumberkan dari Rasullullah s.a.w. Beliau mengambil bacaannya dari A’sim bin Abi An-Najud al-Kufi At-Tabi’e yang mengambil bacaannya dari Abi Abdurrahman Abdullah As-sulami yang mengambil bacaannya dari Uthman bin Affan r.a, Ali r.a, Zaid r.a, Ubai r.a yang mengambil bacaan mereka dari Rasullulah s.aw(Rujuk muka surat belakang al-Quran).

Sudah jelas bahawa qiraat Hafs bersumberkan dari Rasullulah s.a.w. Sepakat ulama mufassirin dan qiraat. Sayangnya, penulis artikel tersilap memahami isu ini. Moga Allah memberikan hidayah padanya.

Memang imam Hafs tidak lahir pada zaman Baginda. Namun beliau telah mengemukakan sanad yang sahih untuk membuktikan qiraatnya. Ia telah disepakati oleh jumhur ulama mufassirin dan imam mazhab. Itulah peranan ulama untuk menjelaskan tentang Islam. Seseorang yang berbakti pada Islam, tidak semestinya hanya perlu hidup zaman Rasullulah. Cukuplah bagi dia untuk membuktikan ajarannya bersumberkan dari baginda.

Begitu juga peranan imam2 mazhab sebagai penyuluh kepada Islam. Pegangan mereka sama dengan kita iaitu al-Quran dan As-sunnah.Mereka tidak perlu hidup zaman Rasullulah s.a.w untuk membuktikan kebenaran mazhab mereka. Ini kerana mereka telah mengemukakan hujah agama dalam kitab2 mereka dalam bentuk dalil. Maka kita mengikuti mereka selagi mana pendapat mereka tidak bercanggah dengan al-quran dan as-sunnah.Contohnya, Malaysia mengikut mazhab As-Syafie. Kita berpegang padanya selagi mana pendapat Imam Syafie dan jumhur syafieyah tidak bercanggah dengan dalil sahih. Dalam erti lain, kita menolak ekstrem mazhab.

Sepatutnya kita menyokong usaha muslim yang ingin memperbaiki bacaan mereka bukan mengherdik mereka. Ia lebih baik dari mereka yang tidak tahu langsung tentang quran dan tak ingin membacanya.

Kesimpulan jawapan diatas ialah:

1) Bersetuju dengan ta’rifan bid’ah yang dikemukan penulis artikel tersebut tapi perlulah dijelaskan dengan lebih jelas

2) Hukum tajwid dan makhraj ialah wasilah kepada bacaan al-Quran yang tepat. Ia bukan bid’ah dhalalah

3) Ta’rifan sunnah meliputi pengakuan baginda Rasullulah .s.aw. Perbuatan membaca al-Quran dari mushaf bukanlah bid’ah sebab Rasulullah s.a.w sendiri menyuruh sahabat menulis al-Quran dan membenarkan mereka membaca daripadanya

4) Baris dan titik bukanlah bid’ah tetapi ia masalih mursalah dimana penggunaanya diperlukan oleh umat Islam bagi membaca al-Quran. Ia wujud sejak zaman sahabat

5) Membaca dan mengkhususkan diri dengan hanya satu qiraat bukanlah suatu yang bid’ah selagi mana kita tidak beranggapan ia wajib. Bacalah apa yang mudah bagi kita.

6) Al-quran yang kita baca hari ini, memang berasal dari Baginda Rasullulah s.a.w

Penulis artikel ““Pertanyaan kepada mereka yang mempunyai salah faham tentang bid’ah” yang dikasihi, bertaubatlah pada Allah atas kesilapan yang anda lakukan. Sekiranya anda ikhlas, janganlah dicabut artikel ini dari tempatnya. Kalau ingin dicabut, maka cabutlah artikel anda dahulu. Kebenaran memang pahit ditelan. Apapun, ia lebih baik dari meletakkan tuduhan al-Quran yang dibaca kini tidak sama dengan bacaan Baginda s.a.w.

Sekiranya anda ingin menjawab balas artikel ini, maka diharapkan anda:

1) Buktikan qiraat yang kita baca hari ini tidak sama dengan apa yang di ajar oleh baginda kepada sahabat. Pembuktian mestilah ilmiah dan bukan emosi

2) Sila bawakan dalil yang melarang penggunaan hanya qiraat Hafs. Saya dah buktikan kita boleh mengkhususkan diri hanya untuk membaca qiraat Hafs sekiranya itu bacaan yang mudah bagi kita. Saya juga tidak menolak sesiapa yang mampu membaca lebih dari satu qiraat

3) Buktikan pernyataan jumhur ulama yang mengharamkan penggunaan baris dan titik. Sekadar pengetahuan saya, hanya Ibn Umar yang tidak berkenan dengan penambahan titik. Disebutkan di Wikipedia, penduduk Madinah telahpun menggunakan titik merah untuk tanwin, tashdid, takhfif, sukun, wasl dan madd. Mereka juga menggunakan titik kuning untuk hamzah.

Sekiranya hujah2 di atas dapat dijawab dengan ilmiah dan jelas, maka insyaAllah saya boleh menerima bacaan al-Quran yang kita baca hari ini bid’ah. Dalam erti kata lain, tak sama dengan bacaan Rasullulah s.a.w dan para sahabat.

Sekiranya juga penulis artikel tersebut ingin menjawab artikel ini. Ia mungkin tidak lari daripada;

1) Menjawab dengan penuh emosi dan benci

2) Mewujudkan fault finding atau menuduh saya tidak ilmiah( saya memang menulis artikel ini secara ringkas bagi memudahkan pembacaan).

3) Menuduh saya salafi ekstrem atau pengikut Syeikh Albani ataupun Dr Asri.

4) Bersikap biadap kerana tidak berjumpa dahulu dengan penulis artikel tersebut untuk berbincang.

Jika penulis artikel tersebut tidak menjawab artikel ini, dan menerima hujah2 kebenaran yang dikemukakan. Saya pohon agar Allah mengampunkan kesalahan saya dan dia. Saya mengambil keputusan untuk menjawab artikel ini dan tidak untuk berjumpa dengan dia kerana

1) Dikhuatiri perbincangan diakhiri dengan debat yang tidak menguntungkan kedua2 pihak

2) Untuk mengelakkan permusuhan dan perbalahan

3) Saya diberitahu penulis artikel tersebut sangat memusuhi aliran salafi. Maka dikhuatiri ada ‘mental block’ sebelum berlaku perbincangan islami.

4) Mungkin ramai insan yang terpengaruh dengan tulisan tersebut. Maka jawapan ini bukanlah untuk penulis artikel tersebut sahaja, tapi untuk semua pembaca.

Akhir kalam, saya pohon kemaafan kepada penulis tersebut sekiranya tulisan ini mengguris hati beliau. Selaku ustaz yang mengajar tilawah, tak mustahil untuk beliau terkeliru atau tersilap. Kita insan yang lemah. Memang sentiasa melakukan kesilapan. Apapun taubatlah ubat bagi kesilapan. Saya sangat yakin penulis artikel tersebut bukanlah seorang yang ego untuk menerima kebenaran.

Kita sedar manhaj salaf yang melanda negara membawa impak yang baik. Kita mungkin tidak bersetuju dengannya. Ini bukanlah masa untuk membincangkan pro and kontra manhaj salaf. Tapi, janganlah kebencian kita kepada sesuatu yang kita tidak jelas padanya menyebabkan kita jatuh dalam dosa.

Moga2 artikel jawapan ini membersihkan salah faham terhadap al-Quran. Diharapkan ia tidak akan dialihkan pada tempatnya. Jika dialihkan, moga2 artikel penulis tersebut juga dialihkan. Jika tidak, saya serahkan kepada Allah s.w.t. Allah maha Adil, Dia akan menghukum seorang berdasarkan perbuatannya. Kita akan berjumpa dengan Allah s.w.t, pada masa itu dan jalan al-Quran dan As-Sunnah dengan tafsiran para sahabat nabi lah yang akan jadi hujah. Wassalam

Tambahan: Artikel ini telah ditampal bersebelahan dengan artikel tersebut.

Friday, August 1, 2008

Renung-renungkanlah nasihat Mufti Perlis.

Islamik Web Direktori